Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

Senin, 17 Maret 2014

Memperoleh Sebuah Buku Adalah Hari Raya

Share


Ketika terlintas kata ‘Buku’,  yang terpikirkan oleh Antok adalah barang mahal kecuali buku pelajaran wajib dari sekolah atau lebih dikenal dengan buku paket . Tinggal di sebuah desa yang merupakan jalur utama penghubung dua kabupaten, tak lantas membuat keluarganya dengan mudah mendapatkan akses buku. Baginya memperoleh sebuah buku, membuatnya girang bukan kepalang. Namun sepertinya hanya fatamorgana di tengah berkembangnya daya khayal anak usia SD ini.
Antok adalah salah satu dari sekian ratusan anak yang tinggal di sebuah desa yang menjadi penghubung kabupaten penghasil minyak bumi dan kerajinan ukiran kayu, kabupaten asal keripik tempe, dan kabupaten yang punya helipad hanya karena Pak Presiden mau meresmikan salah satu entitas asing panen akan minyak bumi di daerah tersebut. Baginya, tetek bengek minyak bumi di dalam tanah yang dipijaknya bukanlah sesuatu yang akrab dengannya. Tempat dia bersekolah sebenarnya termasuk yang cukup bagus di kecamatannya, selain terletak di pusat kecamatan. Namun, bukan berarti bangunan yang bernama perpustakaan akan ditemui disini. Para Dewan Guru dan Wali Murid baru saja bersepakat membangun toilet –mereka sepakat pula ini lebih pentingdan urgent- alih-alih membangun Perpustakaan bagi anak didiknya. Begitulah cara pandang mereka pada pendidikan buah hati mereka.
Menyebut kesulitan ekonomi dalam kehidupan keluarga Antok, rasanya seperti ketika menyebut ‘udara’ dalam ‘bernafas’. Setiap hari selalu dihadapkan dengan pilihan untuk mengisi perut atau hal lainnya. Tentu saja semua sepakat kalu urusan perut harus didahulukan, karena meski dalam berpuasa pun selalu ada berbuka, yang tak lain urusan perut lagi. Begitu pula ketika ibunya dihadapkan pilihan antara memanjakan imajinasi anaknya melalui buku atau untuk urusan perut, si anak akan legowo dengan pilihan ibunya. Memangnya ada pilihan lain?
Namun si anak tidaklah semalang yang dibayangkan. Ibunya cukup cerdas dalam menyediakan kesempatan si anak dalam mengembangkan imajinasinya. Dalam setiap belanja kebutuhan bahan pokok, secara khusus beliau berpesan kepada pemilik toko untuk memakai bungkus kertas dari majalah anak. Saat itu, Bobo dan Mentari  adalah kertas pembungkus yang paling dinanti si anak. Bagi Sang Ibu, dengan adanya pembungkus ini, barang belanjaan secara otomatis akan dibongkar begitu Ia datang, tanpa butuh komando. Beliau ikut tersenyum senang melihat anaknya girang memperoleh lembaran majalah itu. Mungkin ketika lembaran itu dibaca, sudah lama sejak diterbitkan namun toh tidak mengurangi euphoria si anak karena bukan majalah tentang gaya hidup. Lagipula, si anak bukanlah penghamba mode dan tren saat itu. Justru yang menarik ketika kertas pembungkus tidak menyajikan cerita lengkap, khayalan si anak akan tergelitik menyelesaikan cerita atau curiosity si anak akan terangsang sehingga selalu berdebar tiap menerima lembaran bungkus yang baru. What kind of story will be this time? Begitu kira-kira otaknya berputar seiring tangannya membuka bungkus belanjaan.
Hari Raya adalah ketika ibunya mengajaknya berburu kertas bekas untuk bungkus barang dagangannya di penjual kertas bekas. Disinilah tempat dia mendapat versi utuh majalah yang akan dihitung dengan satuan kilogram bukannya eksemplar. Terkadang penjualnya harus melebihi timbangannya agar tak ada halaman yang terpotong, kalau kebetulan sedang berbaik hati.
Tidak setiap lembaran dan majalah kiloan tersebut berisi yang dinanti oleh si anak. Paling sial, ketika ready stock  isinya adalah Majalah Jawa, Jayabaya. Kening si anak akan berkerut-kerut tak karuan untuk menuntaskan sepotong kertas pembungkus. Namun tetap saja itu dilahapnya, karena hanya itu yang ada.
Minat si anak benar-benar terpenuhi ketika menginjak jenjang SMP. Sekolah ini memiliki perpustakaan yang cukup besar dan koleksi buku yang banyak.  Saking senangnya dan mungkin sedang masa euphoria, berbagai jenis ensklopedia mulai dari tentang momen eureka ketika Archimedes bertelanjang bulat sampai berbagai hewan melata di seluruh dunia diboyongnya di rumah. Entah bagaimana dia berhasil membujuk penjaga perpusatakaan sampai memperoleh buku yang masuk kategori ‘HANYA BOLEH DIBACA DI TEMPAT’.
Beruntunglah kalau sekarang mengakses buku semudah memperoleh permen. Apalagi pilihan bukunya pun seperti memilih rasa permen, selalu ada yang baru. Sungguh sayang kalau cahaya pendar dari kotak elektronik itu menyilaukan anak-anak dari berlembar-lembar imajinasi tak terbatas dalam sebuah buku.

Legenda:
Jayabaya         : Majalah berbahasa jawa, kadang ada artikel pakai aksara Jawa
Bobo               : Majalah Anak
Mentari           : Majalah Anak

0 comments:

Posting Komentar