Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

Senin, 19 Oktober 2015

Celoteh Gadis Kecil

Share

“Hipokrit dan apatis ah kakak!” teriak ruri cengengesan semari berjalan menuju dapur.
Gadis 5 tahun ini baru saja belajar -atau lebih tepatnya mencuri dengar- dari kakaknya yang sedang membahas buku berjudul “Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran” dengan teman sekelasnya, kelas XI IPS di depan rumahnya. Teman-teman kakaknya hanya bisa melongo, selebihnya ngikik.
Anak gadis ini baru saja membantu kakaknya mengambilkan makanan dan minuman yang dibuat oleh ibunya di dapur untuk tamu-tamu mereka. Ditanya pun, Uwi -panggilan Ruri- tak akan mengerti apa itu yang terucap dari mulut nya, lha wong baru bisa baca. Ya, tak aneh sekarang di usia anak yang sedang seru-serunya itu harus belajar mengeja alfabet di Taman Kanak-kanak (TK). Tidak di sekolah, masih berada di “Taman” yang seharusnya menjadi tempat bermain.
Kemampuan mengingat dan menirukan Ruri cukup bagus, namun masih polos pikirnya. Apapun yang didengarnya, ditirukan. Pernah suatu ketika, sekeluarga sedang serius menonton berita ditangkapnya salah satu Menteri tersangka korupsi, tiba-tiba Uwi maju ke depan televisi, menaruh tangannya di dada, dan berucap dengan nada menirukan orang dewasa,
“Saya prihatin,” ucapnya.
Sontak sekeluarga yang sedari tadi serius, langsung tertawa riuh. Itulah anak-anak, tanpa mempelajari dahulu dan memahami langsung menirukan dan berkomentar bak ahli. Tak ada yang marah atau gelisah akan ucapannya, semua tahu, adik kecil satu ini masih belum memahami apa yang diucapkannya. Apalagi yang ditirukan, mendengar ucapannya pun tidak, lha wong masih sibuk dengan followers media sosialnya.
Uwi tak punya facebook apalagi twitter, instagram, atau malah path. Paling-paling boneka, alat masak, dan rumah-rumahan dari plastik yang dimainkannya. Jangan khawatir, uwi cukup ahli dalam memainkan perannya. Kadang menjadi seorang koki yang sedang menjelaskan masakan pada Tita dan Uni, dua gadis umur 6 tahun yang tinggal di sebelah rumah, atau suatu ketika menjadi seorang ibu yang memasakan anak gadis kesayangannya, makanan kesukaannya.
Banyak ucapan pembawa berita diberinya komentar kalau sekeluarga sedang memutar channel TV spesialis berita.
“Kok itu kakaknya kakinya sakit gak ditolong malah ditanya-tanya” komentarnya ketika salah seorang wartawan berbaju merah mewawancarai korban bencana longsor yang sedang ramai di televisi, bahkan mengalahkan pemberitaan banyaknya menteri yang dibui.
“Gak boleh berantem, kalau mau dapat uang saku, bantuin ibu nyapu aja. Uwi dapat uang buat beli jajan kalau mau bantuin ibu,” kali ini gadis kecil ini berceloteh tentang demo para buruh yang mengangkat-angkat papan bertuliskan lambang mata uang kita. Gadis ini tak memahami apa itu Upah Minimum Regional, yang perhitungannya dulu dari nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL), yang mana unsur parfum, kosmetik, dan menonton bioskop dimasukan kedalamnya -sehingga kalau tidak bisa pakai parfum dan nonton di bioskop, berarti masih hidup tak layak (?)- dan faktor lainnya yang tak jelas ukurannya. Sekarang diusulkan diubah dengan menambah presentase inflasi dan pertumbuhan ekonomi untuk menghitung kenaikan UMR tersebut. Anyway, Uwi tak sekalipun mengerti kata-kata tersebut, baginya, kalau mau dapat uang saku lebih, ya harus bantuin ibu, usaha.
Gadis kecil berusia 5 tahun ini memang menggemaskan, asal berkomentar bak ahli, kadang tak memahami apa yang dilontarkan, menertawakan kata hipokrit dan apatis, yang dia sendiri tak mengerti sedikitpun artinya, namun polos, jujur, namun rajin membantu ibunya bukannya merengek minta uang saku tambahan. Oh tunggu dulu, bukankah itu mirip kita? di bagian asal berkomentar, tak memahami apa yang dilontarkan, dan guyon atas hal yang sebenarnya membuat miris. Namun banyak dari kita yang seringkali melupakan kejujuran dan rajin berusaha, instead of, menuntut ini itu. Ah barangkali hanya penulis saja yang demikian.
Footnote
Hipokrit : hi·po·krit 1 a munafik; 2 n orang yg suka berpura-pura
Apatis : apa·tis a acuh tidak acuh; tidak peduli; masa bodoh: kita tidak boleh bersikap — thd usaha pembangunan Pemerintah
(sumber : http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php)

1 comments: