Kembang api, simbolisme terkait erat dengan perayaan |
Hari pertama setiap tahun masehi
, sering kita peringati sebagai tahun baru. Meski saya belum tahu pasti artinya
buat saya. Mala ini, saya sedikit tercengang melihat lingkungan. Melihat
gang-gang, lorong-lorong, dan jalan-jalan sempit di Surabaya begitu banyak yang
berkumpul berwajah sumringah, apalagi penjual terompet. Terbersit pertanyaan,
apa yang sebenarnya mereka peringati?
Di beberapa pusat kegiatan Rukun
Tetangga (RT) ada yang bernyanyi-nyanyi atau menyalakan musik keras-keras. Di
pingir-pinggir jalan banyak orang berkumpul, berbagai acara digelar pemerintah
maupun selain pemerintah, konvoi kendaraan bermotor, anak-anak maupun orang tua
bersepeda riang. Apa yang mereka rayakan? Apa yang mereka begitu percayai
sampai begitu sumringah bahkan Idul Fitri pun kalah gaduhnya. Dalam budaya
kita, apakah ada kepercayaan yang berkaitan dengan tahun baru? Lalu, mengapa
harus dengan meniup terompet? Saya belum pernah mengenal adanya kepercayaan
atau mitos-mitos yang berkaitan dengan tahun baru masehi. Atau mungkin saya
kurang belajar, ah rasanya memang tidak ada kecuali memang untuk agama tertentu.
Namun ini kan dirayakan semua orang?
Lautan manusia merayakan hari raya ini |
Saya mencoba mencari tahu
kepercayaan-kepercayaan yang ada tentang tahun baru di Negara lain. Jepang,
misalnya. Ōmisoka
adalah sebutan untuk malam tahun baru dan Oshogatsu
adalah sebutan untuk tahun baru itu sendiri. Ada penghormatan terhadap arwah
leluhur yang dipercaya memberi berkah dan kelimpahan sepanjang tahun.
Penghormatan ni diwujudkan melalui berbagai bentuk ornament khas tahun dengan
berbagai makna dan tujuan serta makanan, seperti toshikoshi soba (soba kuah melewatkan tahun) yang merupakan
simbolisme dari harapan hidup sehat, damai, dan panjang umur. Selain itu,
perayaan ini dilakukan dalam bentuk kunjungan ke kuil dan mengirimkan kartu
ucapan selamat. Ada juga pemukulan genta sebanyak 108 kali di kuil-kuil Buddha
menjelang pergantian tahun dimana angka 108 memiliki makna jumlah nafsu, satu
tahun, dan penderitaan besar (shiku-hakku). Semua tetekbengek ini memiliki
arti dan tujuan sesuai yang mereka percaya. Adakah kita?
Sejenak saya kemudian menuju keramaian yang
diadakan oleh pemerintah setempat. Jalan yang tiap harinya selalu padat, kini
disulap menjadi berbagai panggung hiburan, stand-stand jualan, dan tempat
berbagai macam orang tumpah ruah di jalan. Ya, berbagai macam orang. Disana
ribuan orang menyatu, sumringah, tanpa ada sekat sama sekali. Tidak ada
barikade petugas keamanan yang mengawal perayaan itu dari ancaman golongan
tertentu, hanya beberapa personel yang menyebar untuk mencegah tindak kriminal dan
kerusuhan dari dalam kegiatan itu sendiri. Saya tidak juga menemukan
spanduk-spanduk yang mengutuk atau mengharamkan perayaan ini, mungkin semua
sudah menyatu. Tidak terdengar pula berita perusakan terhadap tempat
pusat-pusat perayaan ini. Tidak ada orang yang saling tuding menuduh kelompok
lain dengan murtad dan kafir. Mungkin hanya ada polisi yang berjanji akan
merazia knalpot ‘brong’ karena menuduh itu biang kegaduhan. Atau sedikit
kegaduhan karena padatnya jalan sempit oleh orang yang ingin segera pulang
dengan wajah yang lelah.
Saya berpikir sejenak. Ah, mungkin
inilah Hari Raya Segala Umat. Tidak ada Sidang Isbat dan perdebatan mengenai
kapan, tidak ada kelompok yang saling mengganggu perayaannya, dan peran
pemerintah begitu dielu-elukan dalam menyelenggarakan perayaan ini. Semua umat
merayakannya.
Sepanjang jalan, saya
banyak bertemu kendaraan konvoi dengan knalpot ‘brong’.
Ah mungkin Pak Polisi merasa
lumrah, toh ini kan sedang hari raya semua umat.
Banyak pula yang
mengabaikan rambu lalu lintas dan traffic
light.
Ah, ini kan sedang hari raya
semua umat.
Pengendara motor mulai
mengabaikan keselamatan dengan tanpa memakai helm.
Ah, lagi-lagi ini kan sedang hari
raya semua umat.
Ada juga pengendara motor yang
ketika terjebak macet, sejenak meraih handphone-nya,
mengarahkan bagian depannya ke wajahnya, dan jepret sekilas lampu flash menyambar.
Selfie, kata orang. Toh ini kan
sedang hari raya semua umat, semua boleh merasa bebas melakukan apapun.
Ah, saya mungkin saja salah tentang semua ini. Toh saya
sering juga salah. Tapi begitulah yang saya lihat. Selamat datang tahun 2014,
banyak catatan cacat diri yang belum sempat ditulis.
Mungkin orang yang saya temui di SPBU ini yang memiliki kepercayaan kuat tentang tahun baru. |
0 comments:
Posting Komentar