Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

Rabu, 01 Januari 2014

Hari Raya segala Umat

Share


Kembang api, simbolisme terkait erat dengan perayaan
Hari pertama setiap tahun masehi , sering kita peringati sebagai tahun baru. Meski saya belum tahu pasti artinya buat saya. Mala ini, saya sedikit tercengang melihat lingkungan. Melihat gang-gang, lorong-lorong, dan jalan-jalan sempit di Surabaya begitu banyak yang berkumpul berwajah sumringah, apalagi penjual terompet. Terbersit pertanyaan, apa yang sebenarnya mereka peringati?

Di beberapa pusat kegiatan Rukun Tetangga (RT) ada yang bernyanyi-nyanyi atau menyalakan musik keras-keras. Di pingir-pinggir jalan banyak orang berkumpul, berbagai acara digelar pemerintah maupun selain pemerintah, konvoi kendaraan bermotor, anak-anak maupun orang tua bersepeda riang. Apa yang mereka rayakan? Apa yang mereka begitu percayai sampai begitu sumringah bahkan Idul Fitri pun kalah gaduhnya. Dalam budaya kita, apakah ada kepercayaan yang berkaitan dengan tahun baru? Lalu, mengapa harus dengan meniup terompet? Saya belum pernah mengenal adanya kepercayaan atau mitos-mitos yang berkaitan dengan tahun baru masehi. Atau mungkin saya kurang belajar, ah rasanya memang tidak ada kecuali memang untuk agama tertentu. Namun ini kan dirayakan semua orang?
Lautan manusia merayakan hari raya ini
Saya mencoba mencari tahu kepercayaan-kepercayaan yang ada tentang tahun baru di Negara lain. Jepang, misalnya. Ōmisoka adalah sebutan untuk malam tahun baru dan Oshogatsu adalah sebutan untuk tahun baru itu sendiri. Ada penghormatan terhadap arwah leluhur yang dipercaya memberi berkah dan kelimpahan sepanjang tahun. Penghormatan ni diwujudkan melalui berbagai bentuk ornament khas tahun dengan berbagai makna dan tujuan serta makanan, seperti toshikoshi soba (soba kuah melewatkan tahun) yang merupakan simbolisme dari harapan hidup sehat, damai, dan panjang umur. Selain itu, perayaan ini dilakukan dalam bentuk kunjungan ke kuil dan mengirimkan kartu ucapan selamat. Ada juga pemukulan genta sebanyak 108 kali di kuil-kuil Buddha menjelang pergantian tahun dimana angka 108 memiliki makna jumlah nafsu, satu tahun, dan penderitaan besar (shiku-hakku). Semua tetekbengek ini  memiliki arti dan tujuan sesuai yang mereka percaya. Adakah kita?

Sejenak saya kemudian menuju keramaian yang diadakan oleh pemerintah setempat. Jalan yang tiap harinya selalu padat, kini disulap menjadi berbagai panggung hiburan, stand-stand jualan, dan tempat berbagai macam orang tumpah ruah di jalan. Ya, berbagai macam orang. Disana ribuan orang menyatu, sumringah, tanpa ada sekat sama sekali. Tidak ada barikade petugas keamanan yang mengawal perayaan itu dari ancaman golongan tertentu, hanya beberapa personel yang menyebar untuk mencegah tindak kriminal dan kerusuhan dari dalam kegiatan itu sendiri. Saya tidak juga menemukan spanduk-spanduk yang mengutuk atau mengharamkan perayaan ini, mungkin semua sudah menyatu. Tidak terdengar pula berita perusakan terhadap tempat pusat-pusat perayaan ini. Tidak ada orang yang saling tuding menuduh kelompok lain dengan murtad dan kafir. Mungkin hanya ada polisi yang berjanji akan merazia knalpot ‘brong’ karena menuduh itu biang kegaduhan. Atau sedikit kegaduhan karena padatnya jalan sempit oleh orang yang ingin segera pulang dengan wajah yang lelah.

Saya berpikir sejenak. Ah, mungkin inilah Hari Raya Segala Umat. Tidak ada Sidang Isbat dan perdebatan mengenai kapan, tidak ada kelompok yang saling mengganggu perayaannya, dan peran pemerintah begitu dielu-elukan dalam menyelenggarakan perayaan ini. Semua umat merayakannya.

Sepanjang jalan, saya banyak bertemu kendaraan konvoi dengan knalpot ‘brong’.
Ah mungkin Pak Polisi merasa lumrah, toh ini kan sedang hari raya semua umat.
Banyak pula yang mengabaikan rambu lalu lintas dan traffic light.
Ah, ini kan sedang hari raya semua umat.
Pengendara motor mulai mengabaikan keselamatan dengan tanpa memakai helm.
Ah, lagi-lagi ini kan sedang hari raya semua umat.

Ada juga pengendara motor yang ketika terjebak macet, sejenak meraih handphone-nya, mengarahkan bagian depannya ke wajahnya, dan jepret sekilas lampu flash menyambar. Selfie, kata orang. Toh ini kan sedang hari raya semua umat, semua boleh merasa bebas melakukan apapun.

Ah, saya mungkin saja salah tentang semua ini. Toh saya sering juga salah. Tapi begitulah yang saya lihat. Selamat datang tahun 2014, banyak catatan cacat diri yang belum sempat ditulis.
Mungkin orang yang saya temui di SPBU ini yang memiliki kepercayaan kuat tentang tahun baru.
Sumber : wikipedia 1 ; Wikipedia 2 ; Sumber 3 dan Salah satu paper arsip dari UPI

0 comments:

Posting Komentar